Categories

Archives

“Senja” yang Ini, Saya Tak Suka

Sebenarnya saya mau ngelanjutin nulis tentang Religilous, tapi abis baca tulisannya Dinda tentang Robert Pattinson jadi keinget pengen nulis opini, err..lebih tepatnya tulisan nyampah-tapi-niat-dan-jujur soal si Twilight. Film yang diangkat dari novel pertama trilogy karyanya Stephanie Meyer ini sungguh bikin saya berkali-kali istighfar. Saya penasaran ketika teman-teman saya heboh soal si Mr.Pattinson ini, dan betapa orang-orang ngantri buat film ini. Sebagus itukah? Saya pernah membaca bukunya yang juga best seller itu. Membacanya sebentar dan tidak berniat untuk meneruskannya. Bukan salah penerjemah, tapi kayaknya dari si Stephanie Meyernya juga bukan penulis yang bisa mengikat cerita semanis.. JK. Rowling misalnya. Mengingat mereka berdua sebenarnya menggunakan mitos-mitos yang cukup populer. Bedanya, JK Rowling benar-benar bisa bercerita. While Meyer, in my humble opinion, well, need to learn from Rowling. Bukan cuma saya lho yang berpendapat begitu. Stephen King pun berpendapat sama. Iya, Stephen King si penulis beken itu.
   
And it breaks my heart a little bit, that each time I go to this big book store and find that book on the same section with Paulo Coelho’s and my dearest Neil Gaiman’s. Why oh why? How dare youuuu…you..you…. *bergema
   
Tapi, karena ini blog tentang film,
mari fokus ke film Twilight. Saya tidak menonton New Moon. Berniat nonton pun tidak saat film itu dilepas ke pasaran dan bikin heboh antrian. Yah, kalau Harry Potter mah wajar lah bisa bikin antrian. Special effect oke, cerita bagus, dan akting para pemainnya memuaskan. Lha Twilight? Oke. Mari ikut saya menelusuri kembali masa di mana saya menonton Twilight. Hari itu, di suatu minggu siang yang cukup panas dan membosankan di pojokan Priok, seorang perempuan mengajak sepupunya menonton dvd bajakan film yang sedang hits saat itu: Twilight. Sepupunya – yaitu saya,  masih euphoria karena baru saja menemukan dvd The Fall dan menonton sampai dua kali pada malam sebelumnya (sampai ketika tidur, mimpi berenang sama gajah). Saya pun menurut. Dan siang yang sepertinya sangat nikmat digunakan untuk tidur siang itu berubah menjadi siang yang bikin perut saya sakit. Udah lah banyak adegan yang aneh, akting pemain-pemainnya sama anehnya, sepupu saya nyeletuknya bikin ngakak.
   
Saya nggak ngerti kenapa film yang adegan pacarannya kok kayak ojek gendong bisa sebegitu meledaknya. Nggak ngerti kenapa si Robert Pattinson yang bedaknya tebel banget dan kalau ngomong kayak sariawan semulut-mulut bisa sebegitu digilainya. Nggak ngerti kenapa si Kirsten Stewart aktingnya kayak lagi meriang sambil nahan kentut. Oke, pertama si Robert keluar, sepupu saya bilang, “lumayan ya?” dan saya bilang, “lumayan lah..”. Tapi lama-lamaa…Nggaaaakkk!!! I had my eye-gasm the night before through The Fall. That beautiful Tarsem’s masterpiece. Di mana ada Lee Pace dengan struktur muka dan matanya yang bisa bikin saya ngepause dan mengerjap-ngerjap, menghela napas sambil senyum-senyum sendiri. Di mana ada Catinca Untaru yang lucunya ampun-ampunan sampai saya berniat nyulik kalau ketemu anak yang mirip dia. Di mana terselip BALI dan pemandangannya yang mengagumkan. Dan semua…semua detail yang sangat mengagumkan di film itu. Terus tiba-tiba, dweng, abis itu nonton Twilight aja..
   
Intinya, tetap saya nggak ngerti kenapa Twilight dan film-film lanjutannya bisa jadi box office. Kalau soundtracknya laku di pasaran masih sangat masuk akal. Emang keren-keren. *Even though, “Why Thom Yorkeeeeeee???!!! Whyyyy???!!”*

Really. I don’t get it.. I DON’T GET IT. I’M GONNA SAY IT AGAIN. I DON’T GET IT!

Leave a Reply