Categories

Archives

Gondry’s Green Hornet: Silly and [Quite] Stung.


Judul Film: Green Hornet
Sutradara: Michel Gondry
Cast:     Seth Rogen (Britt Reid/The Green Hornet)
             Jay Ch
ou (Kato)
             Christoph Waltz (Benjamin Chudnofsky/Bloodnofsky)
             Cameron Diaz (Lenore "Casey" Case)
             Tom Wilkinson (James Reid)
             David Harbour (D.A. Frank Scanlon)
Genre: comedy action

Story:
Film dibuka dengan seorang bocah chubby nan menggemaskan menuju kantor ayahnya di sebuah harian besar. Anak itu adalah Britt Reid kecil, yang pada hari itu berkelahi untuk kesekian kali nya di sekolah. Sang ayah, James Reid, yang mulai muak dengan kelakuannya,
memarahi Britt sambil merusak boneka pahlawan kesayangannya. Singkat cerita, Britt tumbuh menjadi pemuda kaya doyan pesta. Hingga kematian sang ayah membuatnya menjadi pewaris harian tersebut, dan secangkir kopi menyebabkan pertemuannya dengan Kato, pemuda jago bela diri yang tadinya bekerja untuk ayahnya.
       Di lokasi berbeda, tampak seorang laki-laki dengan postur cenderung kecil, memasuki sebuah klub dan bertemu dengan pemiliknya. Dufnofsky, nama lelaki itu, meminta hak nya sebagai penjahat nomor wahid kepada pemilik klub tersebut. Tidak digubris dan malah ditertawakan, Dufnofsky pun menghabisi mereka.
Scene kembali kepada Britt yang mempunyai keinginan konyol dan mengajak Kato terlibat di dalamnya. Tanpa disengaja, petualangan menjadi seorang superhero dan sidekick pun di mulai. Ambisi dan petualangan bodoh pun mempertemukan mereka dengan Dufnofsky, dan kenyataan tentang kematian ayahnya.

I Say:
I love Gondry so much. SO. EFFIN’. MUCH. (Why? Just look at his works and don’t you dare to tell me that it’s not brilliant! But if you still disagree, well, u sucks! xp ) Jadi kemungkinan review ini terpengaruh cinta buta, sama seperti saya tetap suka Alice in Wonderland karya Tim Burton walaupun beberapa reviewer bilang film itu nanggung aura Darknya. (well, what did u expect? It’s still Disney’s! *again, efek cinta buta, tetap membela papa Burton).
       Green Hornet besutan Gondry adalah petualangan semi bodoh mengenai seorang pemuda kaya yang terjebak pubertas ala remaja dengan keinginan menyibukkan dirinya sendiri. Tidak ada motivasi awal seperti superhero lain yang memang ingin memberantas kejahatan. Di satu adegan memang ditampilkan keinginannya untuk menolong sesama, tapi setelahnya, tidak. Batman versi dodol, menurut saya. Karena mereka berdua sama-sama berasal dari keluarga kaya dan sama-sama pure manusia, bukannya makhluk luar angkasa atau tergigit hewan dengan mutasi gen.
       Adegan demi adegan dengan percakapan kocak mengalir dengan cukup baik. Stigma superhero lebih keren ketimbang sidekick dipatahkan di film ini. Karakter Kato memang jauh lebih memikat: Jago berkelahi, lebih keren, lebih cerdas, lebih kuat (dan bisa menciptakan mesin pembuat kopi sendiri untuk membuat kopi yang enak! *my humble opinion as a coffee lover :D). Ada sindiran yang sangat halus tentang status Britt sebagai pemuda yang terlahir dalam keluarga kaya sehingga dia yang akhirnya yang menjadi superhero, bukannya Kato. Tetap saja pemilik modal yang berkuasa. Dan jadi superhero memang butuh modal. *By the way, saya jadi ingat Peter Parker yang tinggal di apartemen butut dan memikirkan uang sewa. :D
       Akting para pemainnya, secara garis besar, baik. Green hornet dengan tampang standar, konyol, tidak cerdas-cerdas amat, diperankan dengan pas oleh Seth Rogen. Cameron Diaz mengeluarkan settingan akting kalau dia sedang terlibat film action komedi, tidak jauh berbeda dari Charlie’s Angel. Jay Chou lumayan lah walau saya kurang suka dia. Cristoph Waltz sukses memerankan si sarap Dufnofsky. Saya memang ngefans sama Om  yang satu ini sejak di Inglorious Bastards.
       Ciri khas Gondry akhirnya keluar saat visualisasi karakter Britt merunut kejadian demi kejadian terkait kematian ayahnya dan bisnis kotor Scanlon dan Dufnofsky. Pernah melihat video clip The Chemical Brothers “Let Forever Be” yang keren itu? Nah, mirip.
      Saya menyayangkan kenapa harus ada versi 3D nya. Such a waste. Seriously. Tidak ada yang benar-benar mencengangkan untuk standar film 3D. Dear, my dearest Gonz *akraaaab*, It’s not easy for me to say this, tapi perlu ya semua di 3D-kan? Kalau bagian di mana ada visualisasi sewaktu si Green Hornet nya flash back, nggak apa-apa, manis.. Tapi untuk bagian-bagian tertentu, nggak usah deh kayaknya.. *berkhayal ngomong begini sama Om Gonz sambil menyentuh bahunya atau ngelus-ngelus rambutnya sambil memandangnya lembut*.
       Kekurangan lain cukup terasa memasuki klimaks saat Britt dan Kato ingin menyiarkan kebusukan jaksa agung kepada publik via internet. Menurut saya tidak masuk akal Green Hornet yang punya mobil super canggih (atau Kato yang merancangnya), tidak punya SMARTPHONE sehingga harus melewati serangkaian peristiwa dan memorak-porandakan kantor dan percetakan karena harus memindahkannya ke komputer dan mengunggahnya. Come ooon. I know green hornet is not a genius. But he’s not an idiot. BlackBerry atau iPhone atau Android kan sudah umum. Cukup rekam kemudian kirim. Harus baca majalah tempat saya kerja kayanya *jiah, promosi :p

Straight into scrapbook:
Adegan-adegan dan percakapan konyol. Dan Cristoph Waltz, tentu saja :D

Straight into crapbook:
3D effect *yawn

Alternate Version:
Karakter Green Hornetnya punya smartphone jadi enggak usah ribet-ribet heboh ngerusakin kantor dan percetakan buat ngirim file ke internet doang.

Verdict: 7 out of 10

Leave a Reply